Rabu, 10 September 2014

Mengenal Kapten Suwandak : sejarah perjuangan rakyat Lumajang

Mengenal Kapten Suwandak : sejarah perjuangan rakyat Lumajang







Adalah seorang pelajar K.E.S (Koningklyhe Emma School) sebuah sekolah tehnik di Surabaya. Putera kelahiran banten yang terdampar di Jawa Timur dan memasuki sekolah Opsir PETA dan mengikuti pemeriksaan kesehatan di pendopo Kabupaten Probolinggo. Dijadikan anak angkat oleh Bapak Rivai yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Penjara (Lembaga Pemasyarakatan) di Probolinggo. kapten Suwandak terkenal sebagai seorang pemberani, sejati dalam menghadapi musuh. Oleh karena jasanyalah Ia dianugrahi pangkat Kapten. Wataknya yang keras, tidak mau kalah, tidak mau menyerah pada siapapun juga. Karena keberaniannya dan sifat kepemimpinannya Dia ditakuti oleh musuh dan disegani oleh kawan-kawannya.
Kapten Suwandak ditugaskan menjaga wilayah perbatasan antara Probolinggo dan Lumajang meliputi Kecamatan Ranuyoso, Klakah dan Randuagung. Pada siang hari, senin tanggal 21 juli 1947 menyiagakan pasukannya di Klakah setelah ada pemberitahuan tentang datangya tentara belanda di wilayah Perbatasan. memerintahkan anggotanya pada malam hari untuk menebang pohon asam sebagai blokade jalan menghambat pasukan Belanda ke arah Lumajang tetepi upaya tersebut tidak ada artinya, karena pasukan belanda membawa peralatan perang berat dengan boldouzer serta kendaraan tank baja sehingga blokade jalan yang dibuat Kapten Suwandak dapat diatasi dengan mudah.
Belanda memusatkan operasinya ke Gunung Argopuro untuk ”uitbu iten succes” atau ingin memperbesar kemenangannya dengan situasi psikologis yang rawan berupa gelombang penyerahan.
Kapten Suwandak gugur setelah dihianati oleh satu-satunya pelayan kepercayaannya yang berhasil ditipu oleh bujukan Belanda dengan iming-iming hadiah 50 gulden bagi siapa saja yang menunjukan tempat persembunyian pejuang Klakah. Kapten Suwandak tertembak mati dan mayatnya diangkut dalam keadaan hanya bercelana dalam hitam dengan diikat tangan dan kakinya, mayatnya kemudian dibuang di Stasiun Klakah dengan maksud untuk menimbulkan rasa takut kepada penduduk dan para pejuang lainya. Gugurnya seorang pemimpin perjuangan yang tangguh ternyata menggoncangkan moril pasukanya. Pasukan yang semula sangat ditakuti itu hancur berantakan, kehilangan wibawanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar