Perang Banjar (1859-1905)[1][2][3] adalah perang perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda yang terjadi di Kesultanan Banjar yang meliputi wilayah provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
Perang Banjar[4][5][6] berlangsung antara 1859 -1905 (menurut sumber Belanda 1859-1863[7][8]). Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan, kekalutan makin bertambah. Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra makota, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II (1785-1808) dan membunuh semua putra almarhum Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan dukungan pamannya Arung Turawe, tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap dan dibuang ke Srilangka.
Sebab umum :
- Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Selatan.
- Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kesultanan.
- Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena daerah ini ditemukan pertambangan batubara. (Karena ditemukan Batubara di kota Martapura Belanda telah merencanakan untuk memindah ibukota kesultanan ke kota Negara - bekas ibukota pada zaman Hindu), bahkan jauh sebelumnya Belanda telah berencana bahwa kerajaan ini tidak lagi diberi jabatan Sultan yang bertahta (dihapuskan).
Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar tidak disetujui oleh Belanda yang kemudian menganggap Tamjidullah sebagai sultan yang sebenarnya tidak berhak menjadi sultan. Kemudian setelah Belanda mencopot Tamjidullah dari kursi sultan, Belanda membubarkan Kesultanan Banjar.[11]
- Tokoh rakyat Banjar:
- Pangeran Hidayatullah
- Pangeran Antasari
- Aling
- Tumenggung Antaludin - pemimpin benteng Gunung Madang
- Tumenggung Surapati
- Demang Lehman
- Panglima Bukhari
- Tumenggung Jalil - pemimpin benteng Tundakan
- Panembahan Muhammad Said
- Panglima Batur
- Panglima Wangkang
- Penghulu Muda
- Penghulu Rasyid
- Penghulu Suhasin
- Raden Djaija
- Tagab Obang
- Pambakal Sulil - pemimpin perjuangan di sungai Kapuas Murung
- Muhammad Seman.
- Kiai Suta Kara - pemimpin benteng Martagiri-Tapin
- Pangeran Tjitra Kasoema - pemimpin benteng Gunung Jabuk
- Kiai Raksapati
- Toemenggoong Aria Pattie
- Ratu Zaleha
- Wulan Jihad - pejuang wanita Dayak Kenyah
- Tumenggung Gamar
- Pangeran Miradipa
- Pangeran Syarif Umar
- Tumenggung Naro
- Haji Buyasin
- Kiai Tjakrawati
- Galuh Sarinah - isteri Kiai Tjakrawati
- Aji Pangeran Kusumanegara - Raja Cantung-Buntar Laut
- Tokoh pihak kolonial Belanda:
2. George Frederik Willem Borel
3. Karel Cornelis Bunnik
4. F.P. Cavaljé
5. P.P.H. van Ham
6. Karel van der Heijden
7. Christiaan Antoon Jeekel
8. H.L. Kilian
9. Franz Lodewijk Ferdinand Karel von Pestel
10. Evert Willem Pfeiffer
11. Joost Hendrik Romswinckel
12. Charles de Roy van Zuydewijn
13. C.E. Uhlenbeck
14. Gustave Verspijck
15. Johannes Jacobus Wilhelmus Eliza Verstege
16. Jacobus Agustinus Vetter
17. Stephanus Johannes Boers
20. Pangeran Djaija Pamenang - Regent Martapura
18. Radhen Adipati Danoe Redjo - Regent Amuntai
19. Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara - Kepala distrik Pulau Petak
20. Pangeran Sjarif Hamid - Raja Batulicin
21. Soeto Ono - Kepala distrik Sihoeng
22. Toemenggoeng Djaja Kartie - Kepala distrik Patai
23. Pangeran Sjarif Hamid - Raja Batulicin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar